Rosulillah bersabda “ Pilihlah (wanita yang cocok) untuk air mani-air
mani kalian, karena sesungguhnya sifat orang tua itu menurun kepada
anaknya.” (HR Muslim)
Ummi, Ibu, Bunda, Mama, Mbok’e,
Mami, Mommy, atau setiap anak punya panggilan tersediri pada wanita
ini. Pada wanita yang rahimnya suci dan senantiasa di sucikan lagi
bersih. Dia yang melahirkan manusia ke bumi, dengan segenap kesiapannya
untuk mengambil resiko terburuk, yakni kehilangan nyawa.
Dia
bisa dalam berbagai bentuk fisik. Sempurna. Bisa kurus, bisa gemuk,
bisa tinggi, bisa pendek, bisa cantik, bisa sederhana. Dia adalah Ibu,
dia juga Istri.
Jika dia seorang istri, maka dia adalah
seorang penasehat dalam Istana Rajanya, dia tidak pernah mau menjadi
ratu yang merasa berkuasa. Dia ada ketika sang Raja membutuhkan dia
atau pun tidak. Kesetiaannya adalah perisai bagi istana raja itu. Dia
menjaga kehormatan suaminya dengan Ilmu. Dia mengenyangkan perut
suaminya dengan pengetahuan. Dia adalah kesempurnaan yang di cari sang
Raja yang kesepian dan sakit ketika belum mndapatkan ‘wanita’ itu.
Cintanya Unik.
Sederhana tetapi luarbisa. Factor hygiene kehidupan yang keberadaannya
sesekali tidak terasa meski dia ada, namun ketika dia tidak ada sangat
terasa. Ketika dia dekat kita lihat apa yang dia bersihkan, apa yang
dia siapkan sama sekali sepele…namun begitu dia tidak ada… ternyata hal
sepele itu begitu besar…tidak ada satupun yang benar ketika dia tidak
ada. Semua jadi berantakan, semua jadi kurang dan hambar.
Subhanallah…Wajar juga jika seorang suami menyenandungkan rasa
ketakutan kehilangannya, seperti yang di senandungkan Roma Irama…
“Kalau sudah tiada baru terasa, bahwa kehadirannya sungguh berharga…
Sungguh berat aku rasa kehilangan dia…
Sungguh berat aku rasa hidup tanpa dia…
KU tau rumus dunia, semua pasti berubah..
Tapi kumohon tangguhkan..tangguhkanlah…” ^_^
Protektif.
Cara dia menyayangi siapa pun dalam hidupnya adalah dengan melindungi
dan memberikan tempat ternyaman, teraman, terhangat yang dia miliki,
sehingga dia sangat terkesan mengekang. Terkadang membosankan dengan
sikapnya yang terlalu protektif. Dia mudah cemas, padahal semua
kecemasannya adalah hal kecil yang mungkin sebenarnya tidak akan
terjadi. Namun itulah dia. Dia bisa marah dalam kasih sayangnya. Dia
bisa menangis dalam tawanya. Dia seperti di ciptakan hanya untuk ‘orang
lain, bukan untuk ‘dirinya’ sendiri, sehingga dalam pikirannya hanya
ada ‘orang lain’ saja. Suaminya, anak-anaknya.
Heran.
Entah dari mana dia mendapatkan tenaga lebihnya. Terkadang orang cape
di urusi dia, tapi hebatnya, dia tidak pernah lelah mengurusi
orang-orang kesayangannya. Wanita, Dia tidak pernah mengeluh. Tidak
juga protes ketika orang-orang kesayangannya justru membuatnya
‘bersabar’.
“Dan ketahuilah bahwa harta kalian dan
anak-anak kalian itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya, disisi
Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfaal :28)
Dia Istri,
Ibu seseorang. Cinta seorang suami jauh berbeda dengan cinta seorang
Istri. Cinta seorang Ibu berbeda jauh dengan cinta Ayah kepada
anak-anaknya.
Seorang Istri yang shalehah akan bersedia
mengorbankan apa pun dalam hidupnya demi suaminya tanpa meminta balas
jasa, mengurusinya dikala sakit, tidak beranjak sedikit pun. Dia
menangis, berdo’a. Dia tidak bisa hidup tanpa suaminya, sungguh
sengsara dia jika suaminya sengsara. Seolah nafas dia ada di helaan
nafas suaminya. Dia memberangus kebahagiaan dirinya untuk kebahagiaan
suaminya. Duhai, Dia Istri yang shalehah. Dia menyembunyikan sisi
manusiawinya. Dia tersenyum seolah telaga tenang yang tak pernah koyak
dan tercemar dengan zat kimia beracun dari jenis apa pun. Dia mengelus
punggung suaminya yang kuat, menenangkan. Dia yang tidak membiarkan air
mata suaminya menetes, baik itu karena kehidupan yang menguliti hati
suaminya atau pun karena keinginannya yang berlebihan. Dia akan bilang,
“Terimakasih, bi..hari ini kita cukup. Abi sudah memberikan yang
terbaik…”, begitulah jika dia berkata seperti embun pagi yang bening
dan sejuk. Dia selalu memiliki bahasa terbaik ketika mengingatkan
suaminya. Dia menguasai semua peran dalam “Kerajaannya”.
“Dan berilah peringatan kepada orang-orang yang terdekat dengan mu.” (QS. Asy-Syuraa : 214)
Dia
tidak menduakan cinta kekasihnya, dia tidak di perkenankan memiliki
kekasih lebih dari satu. Kesetiannya tunggal. Cintanya ajeg tanpa
syarat. Dia hanya menemukan kata “Dia suami ku..” bukan “Dia
suami-suami ku”. Perbedaan dalam kadar cinta yang luar biasa dari
seorang wanita yang shalehah terhadap suaminya. Sungguh telah di beri
nikmat yang luar biasa seorang Suami atas Istrinya tersebut.
“Sesungguhnya,
Kami telah memberikan kepada mu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
shalat karena Tuhan mu, dan berkorbanlah. Sesunguhnya, orang-orang yang
benci kamu, dialah yang putus.” (QS. Al-Kautsar: 1-3)
Dia
juga seorang ibu. Dia gadaikan kecantikannya ketika kulit perutnya
mengencang dengan bayi yang tumbuh dalam rahim sucinya. Berat badan
idealnya hilang, yang tersisa hanya gelambiran lemak yang trus
bertambah dalam masa kehamilannya. Kakinya membengkak, hidungnya
membengkak, dia juga rela di permainkan emosinya ketika ngidam. Dia
menjadi sensitive, meskipun dia ingin tidak seperti itu.
Sembilan
bulan. Diakhir masa kehamilan nafasnya terasa sesak, duduk tidak
terasa nyaman, tidur pun kurang. Namun semua orang setuju, bahwa wanita
hamil itu sangat cantik.
Dia berikan malam-malam lelapnya
untuk manusia yang setelah dewasa mungkin saja adalah yang keras
menentangnya, mungkin juga yang menyakiti hatinya..namun dia tidak
pernah memikirkan apapun selain pengabdian kepada Allah Swt.
Dia
menanggalkan atribut sebagai apa pun dia ketika berhadapan dengan
anaknya. Dia hanya memiliki satu atribut, yakni IBU. Dia akan menangis
meraung jika anaknya sakit. Dia meneteskan keringatnya kepanasan untuk
meneduhkan anaknya. Merelakan dirinya yang haus asal anaknya tidak. Dia
akan cuti kerja jika tahu anaknya sakit. Dia “membawa” suami dan
anak-anaknya dimana pun dia berada. Semua hal yang terkadang luput dari
seorang ayah. Tentu, karena posisi keduanya berbeda.
Sungguh
seorang ibu tidak akan melemparkan anaknya ke dalam api, meskipun dia
mampu melakukannya. Karena sifat belas kasihnya lebih besar dari sifat
kecewanya. Hanya saat dia tidak waras saja, jika seorang ibu yang rela
melukai anaknya apalagi sampai membunuhnya.
“Dan jangalah
kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kamilah
(Allah) yang memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian.
Sesungguhnya, membunuh mereka adalah suatu dosa besar.” (QS AL-Israa:
31)
Sehalnya dalam salah satu hadits, Rosulillah, menyandingkan
kasih sayang ibu itu setelah kebesaran kasih sayang Allah… Subhanallah!
Ibu.
Dia yang memiliki persediaan paling banyak air mata cinta. Dia cemas.
Dia hanya menginginkan kebahagiaan untuk anaknya. Dia menyimpan
“sakit”nya untuk melihat senyuman anaknya. Dia selalu bilang “Tidak ada
apa-apa, nak..tenganglah, biar ibu yang membereskannya…”. Dia dokter di
rumah. Dia ‘tukang service’ untuk semua urusan di rumah. Dia adalah
Ibu. Wanita terhormat yang tidak ada padanan kata yang tepat untuk
mengungkap sisi keagungan dan kemuliaannya sebagai makhluk Allah Swt
yang selalu siap sedia berkorban. Wanita yang menyisihkan waktu malamnya
untuk berdo’a.
Sungguh bangganya wanita, memiliki peran
yang membuatnya begitu di agungkan, sebagai seorang Istri dan seorang
Ibu. Dan kasihan sekali bagi setiap wanita yang tidak menikmati setiap
perannya dengan keikhlasan, yang mana dalam setiap peran itu mengalir
pahala yang tiada henti. Setiap biji nasi yang di masak untuk suami dan
anak-anaknya, setiap tetes keeringat ketika melayani suami dan
anak-anaknya, setiap linangan air mata yang tulus dalam melakukan peran
itu adalah jalannya untuk dekat dengan Allah, untuk mendapatkan
ridha-Nya, Syurga-Nya..
Luarbiasanya, Wanita!!
Masihkah
wanita akan tidak bangga pada perannya sebagai seorang istri dan
ibu?!! Jika wanita yang cerdas, tentu akan mengatakan “Tidak… Saya
bangga menjadi Istri dan Ibu..”…
Tidak ada yang sepele dan
tidak berarti ketika kita menjalaninya dengan kesungguhan, dengan
tulus, dengan Ilmu dan dengan Allah dalam setia gerak kita..
No comments:
Post a Comment